Akhir Juni, ya? Di saat ia bersenandung ria merayakan ulang tahunnya, hatiku dag dig dug tak keruan mendengar suara yang kutunggu akhirnya datang.
Bukan suara seram, hanya suara manis nan lembut yang kutemui.
Wajah itu. Suara itu. Aku tak akan pernah melupakannya.
Rasa lembut terterpa angin malam, saat kau ucapkan kalimat yang membuat bulu kudukku merinding.
Tidak, bukan seram. Hanya lega nan manis tak tertahankan.
Terima kasih.
Tuesday, July 10, 2018
Saturday, June 30, 2018
Untuk Api
Api, mengapa kamu begitu bersemangat?
Kamu tahu, tidak ada gunanya membakar kain basah itu... A, apa katamu? Tentu berguna?
Ah, benar juga sih. Semangat sekecil apapun akan membakar walau sedikit. Aku percaya padamu, api.
Api, maukah kamu menjadi guruku? Apa? Kamu takut aku sedih dan gentar? Tidak, tidak apa-apa, api. Aku yakin kamu baik. Memang terkadang kamu membuatku sakit, tapi tanpa kamu, dingin akan menyengat aku, dan aku akan mati.
Jadi, maukah kamu membakarku sekali lagi?
Kamu tahu, tidak ada gunanya membakar kain basah itu... A, apa katamu? Tentu berguna?
Ah, benar juga sih. Semangat sekecil apapun akan membakar walau sedikit. Aku percaya padamu, api.
Api, maukah kamu menjadi guruku? Apa? Kamu takut aku sedih dan gentar? Tidak, tidak apa-apa, api. Aku yakin kamu baik. Memang terkadang kamu membuatku sakit, tapi tanpa kamu, dingin akan menyengat aku, dan aku akan mati.
Jadi, maukah kamu membakarku sekali lagi?
Untuk Bulan
Bulan, mengapa kamu bisa begitu terang? Sinarmu indah, sangat indah. Oh, apakah ini karena matahari yang selalu menjadi sumbermu itu, ya?
Ah, tidak heran kau begitu cemerlang! Matahari juga idolaku! Aku memang bukan bulan seperti kamu. Namun suatu saat nanti, aku bermimpi menjadi bintang paling terang!
Sehingga jika kamu sakit, aku mampu menggantikanmu. Atau bahkan jika kamu redup, aku mampu membantumu menyinari dataran. Lautan. Langit malam. Semuanya.
Ah, tidak heran kau begitu cemerlang! Matahari juga idolaku! Aku memang bukan bulan seperti kamu. Namun suatu saat nanti, aku bermimpi menjadi bintang paling terang!
Sehingga jika kamu sakit, aku mampu menggantikanmu. Atau bahkan jika kamu redup, aku mampu membantumu menyinari dataran. Lautan. Langit malam. Semuanya.
Thursday, June 28, 2018
Makhluk Mimpi
Hei! Apakah aku mengenalmu? Sepertinya, kamu orang yang berkali-kali ada di sini.
Tidak, kita tidak saling mengenal. Aku ini penjelajah mimpi. Ini mimpi kesukaanku, makanya aku masuk terus ke sini. Apakah aku mengganggumu, wahai pemeran utama?
Tidak, tidak! Tidak sama sekali. Aku senang kamu datang. Apakah aku boleh mengenalmu?
Kamu serius? Tentu saja! Aku sangat senang mendengarnya! Aku sudah punya daftar rencana apa saja yang akan kita lakukan bersama-sama bilamana hari ini datang.
Betulkah? Biar kulihat daftarmu!
.tersenyum secara resmi kepada sang pemilik mimpi.
.menjelajah hutan mimpi bersamanya selama semalam penuh.
.keluar dari mimpi, pergi ke kehidupan nyatanya.
.menjaganya, membuatnya tersenyum dan bahagia juga di kehidupan nyata.
Wow, daftarmu terlihat begitu "nyata".
Tentu saja. Aku ini memang makhluk mimpi, aku suka bermimpi. Aku akui, mimpi kadang berbohong. Tapi, keinginan bersamamu adalah nyata. Kau harus percaya itu.
Tidak, kita tidak saling mengenal. Aku ini penjelajah mimpi. Ini mimpi kesukaanku, makanya aku masuk terus ke sini. Apakah aku mengganggumu, wahai pemeran utama?
Tidak, tidak! Tidak sama sekali. Aku senang kamu datang. Apakah aku boleh mengenalmu?
Kamu serius? Tentu saja! Aku sangat senang mendengarnya! Aku sudah punya daftar rencana apa saja yang akan kita lakukan bersama-sama bilamana hari ini datang.
Betulkah? Biar kulihat daftarmu!
.tersenyum secara resmi kepada sang pemilik mimpi.
.menjelajah hutan mimpi bersamanya selama semalam penuh.
.keluar dari mimpi, pergi ke kehidupan nyatanya.
.menjaganya, membuatnya tersenyum dan bahagia juga di kehidupan nyata.
Wow, daftarmu terlihat begitu "nyata".
Tentu saja. Aku ini memang makhluk mimpi, aku suka bermimpi. Aku akui, mimpi kadang berbohong. Tapi, keinginan bersamamu adalah nyata. Kau harus percaya itu.
Wednesday, June 20, 2018
Diary Litél: Menulis?
Hai pembaca setia! 😆
Kali ini aku akan berbagi sedikit tentang menulis. Mengapa aku menulis, mengapa puisi, mengapa bukan puisi, juga apa yang aku dapat dari menulis. Jika kamu malas membaca karena panjang, tekan tombol kembali sekarang juga.
---------------------------------------------------------------------------
Jika kamu suka membaca karya-karya manusia, terutama puisi yang berhubungan dengan hati atau protes, kamu pasti menyadari bahwa di setiap karya ada makna tersembunyi yang diselipkan si pemuisi tersebut. Hal ini bukan semata-mata menambah kerumitan pemahaman dalam karya, loh.., atau malah... menyombongkan kemampuan penulis. Nope, bukan sama sekali.
Sebenarnya, pemuisi adalah orang-orang yang ingin menyampaikan sesuatu lewat cara yang indah. Entah itu perasaan, ajakan, atau protes. Karya sastra berbeda dengan karya ilmiah (ya iyalah, ya😅). Pasalnya, karya ilmiah akan membongkar fakta dan menyentuh logika pembaca terlebih dahulu sebelum menyentuh hati mereka.
Berkebalikan dengan karya sastra. Sebagian besar karya sastra akan berusaha menyentuh hati terlebih dahulu sebelum menyentuh logika. Aku tidak tahu untuk orang lain, tapi menurutku, perubahan akan segera dimulai dari rasa. Rasa akan menggerakkan logika dan kemudian logika yang akan memerintahkan anggota tubuh yang lain untuk bertindak. Seperti cinta, mungkin? Jangan bilang kau belum pernah merasakannya? Hemm...
Untuk diriku sendiri, menulis puisi dan karangan argumentatif merupakan cara untuk mengungkapkan perasaan, mengajak, dan juga protes. Terutama puisi! Aku suka bagaimana kata-kata mengalir membentuk suatu emosi yang padu dalam bait, kemudian menjadi satu karangan yang utuh.
Coba kita ingat lagi, berapa banyak manusia yang menyalurkan emosi mereka dengan cara menangis, memukul benda-benda di sekeliling mereka, atau berteriak. Tidak salah, sama sekali tidak salah. Menusia diciptakan memiliki emosi, dan jika manusia hanya menahannya, diam di tempat, dan membisu, justru akan membahayakan manusia sendiri.
Pertanyaannya, apakah penyaluran emosi yang setiap manusia pilih merugikan orang lain atau malah membuat orang lain belajar dari emosi kita? Itu adalah pilihan setiap pribadi.
Aku memilih yang kedua. Aku rasa, orang lain bahkan berhak mengambil pelajaran dari emosi yang aku rasakan, sehingga tidak perlu ia mengulangi kesalahan yang sama. Lalu kemudian, mengapa puisi adalah cara yang aku pilih?
Selain karena aku memang suka menulis, sejujurnya karakter pemalu melekat di dalam aku. Lewat puisi, aku bisa menyalurkannya dengan indah, bukan dengan emosi-emosi negatif. Tapi justru lewat puisi pula, dan tentunya banyak faktor lain di sekitarku, lama kelamaan aku belajar untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan dengan lebih tegas dan lugas. Bahkan, saat menulis, pikiran kita bukan hanya tertuju pada si emosi, namun bagaimana cara mengatasi emosi tersebut. Keterbukaan pikiran akan membuat tulisan kita netral dan bukannya menjatuhkan orang lain.
Terakhir, aku belajar untuk menerima masukan dari orang lain melalui publikasi karya. Percayalah, pada akhirnya, memperlihatkan karyamu kepada orang lain adalah hal tersulit di dalam menulis karya. Membiarkan mereka menikmatinya, menganalisis, bahkan mengkritik karyamu adalah hal yang menegangkan. Tetapi di sisi lain, hal inilah yang membuatku semakin suka menulis.
Aku harap, kamu pun menemukan cara penyaluran emosimu sendiri. Ingat, setiap manusia punya caranya sendiri. Kamu juga. Aku harap setelah menemukannya, kamu juga akan berbagi kepada kaum manusia hari ini.
Friday, June 15, 2018
Kaya Adalah
Uang bukan segalanya, Kak
Cuma omong iya cuma omong
Tapi..
Kakak tidak bisa memungkirinya, kan?
Bagaimana kehidupan sebelum ini?
Atau dua kehidupan sebelumnya
Saat alat tukar bukanlah uang
Saat smurf koki dengan rela membagi makanannya
Manusia
Melengkapi adalah tugas sekaligus kewajibannya
Menjadi harmoni, saat semua berbagi dengan cinta
Walau cinta juga tidak abadi, sama seperti semua hal adalah fana
Apa yang membuat manusia merasa dirinya kaya saat semua hal di dunia ini adalah sementara?
Pikirkanlah.
-litél
Cuma omong iya cuma omong
Tapi..
Kakak tidak bisa memungkirinya, kan?
Bagaimana kehidupan sebelum ini?
Atau dua kehidupan sebelumnya
Saat alat tukar bukanlah uang
Saat smurf koki dengan rela membagi makanannya
Manusia
Melengkapi adalah tugas sekaligus kewajibannya
Menjadi harmoni, saat semua berbagi dengan cinta
Walau cinta juga tidak abadi, sama seperti semua hal adalah fana
Apa yang membuat manusia merasa dirinya kaya saat semua hal di dunia ini adalah sementara?
Pikirkanlah.
-litél
Tuesday, June 5, 2018
Mengalir!
Perubahan.
Apa yang ada di dalam pikiranmu saat membaca kata ini? Manusia super? Atau.. Robot transformers yang keren-keren itu? Atau.. Perubahan ulat jadi kupu-kupu! Apa namanya itu?? Oh, oh! Metamorfosis.
Ya ngga salah sih. Ya, semua itu emang perubahan, bener. Tapi, aku akan menceritakan sebuah perubahan yang ngga enak. Perubahan-perubahan kehidupan. Perubahan-perubahan manusia. Perubahan-perubahan kenyamanan menjadi ketidaknyamanan, atau ngga menutup kemungkinan, sebaliknya.
Sering denger ngga sih, orang bilang ke temennya, "ih kok kamu berubah sih?". Yep, ga terhindarkan, kata ini emang bakal selalu muncul di hidup kita. Mungkin, kamu pernah bilang ini ke temenmu, atau mungkin, kamulah yang dikatain berubah sama dia.
Salah? Tentu nggak. Perubahan diperluin dalam hidup kita. Kalo ngga percaya, ambillah contoh Laut Mati yang berposisi di Yordania, Israel. Laut ini adalah laut yang super-super-super asin. Asin, loh, dia ngga tawar. Dia punya nutrisi. Dia.. Berkualitas (anggaplah dia manusia!). Bahkan kalo ada orang nyebur ke sini, dia ngga bakalan tenggelem karena kandungan garam dari laut itu akan menjaga dia tetap mengapung. Terus.. Kenapa ya, laut ini malah dibilang mati? "Laut Mati", istilah ini muncul karena dia statis. Ngga berubah, ngga mengalir. Bahkan karena dia terlalu "berkualitas", ikan ngga kuat hidup di dalamnya. Manusia juga, awalnya ngapung, lama-lama sih mati juga.
Noo, noo.. Kehidupan pun seperti itu. Aku menyadari, sepintar apapun kita, senyaman apapun keadaan kita sekarang, kalo kita ngga mau berubah, ngga berinovasi, ngga mau "mengalir", matilah. Cukup laut aja ya yang dikatain mati, hidup kita terlalu sayang untuk dikatain "mati", karena mati bukan bagian dari hidup, mati itu tetangganya hidup.
Apa yang ada di dalam pikiranmu saat membaca kata ini? Manusia super? Atau.. Robot transformers yang keren-keren itu? Atau.. Perubahan ulat jadi kupu-kupu! Apa namanya itu?? Oh, oh! Metamorfosis.
Ya ngga salah sih. Ya, semua itu emang perubahan, bener. Tapi, aku akan menceritakan sebuah perubahan yang ngga enak. Perubahan-perubahan kehidupan. Perubahan-perubahan manusia. Perubahan-perubahan kenyamanan menjadi ketidaknyamanan, atau ngga menutup kemungkinan, sebaliknya.
Sering denger ngga sih, orang bilang ke temennya, "ih kok kamu berubah sih?". Yep, ga terhindarkan, kata ini emang bakal selalu muncul di hidup kita. Mungkin, kamu pernah bilang ini ke temenmu, atau mungkin, kamulah yang dikatain berubah sama dia.
Salah? Tentu nggak. Perubahan diperluin dalam hidup kita. Kalo ngga percaya, ambillah contoh Laut Mati yang berposisi di Yordania, Israel. Laut ini adalah laut yang super-super-super asin. Asin, loh, dia ngga tawar. Dia punya nutrisi. Dia.. Berkualitas (anggaplah dia manusia!). Bahkan kalo ada orang nyebur ke sini, dia ngga bakalan tenggelem karena kandungan garam dari laut itu akan menjaga dia tetap mengapung. Terus.. Kenapa ya, laut ini malah dibilang mati? "Laut Mati", istilah ini muncul karena dia statis. Ngga berubah, ngga mengalir. Bahkan karena dia terlalu "berkualitas", ikan ngga kuat hidup di dalamnya. Manusia juga, awalnya ngapung, lama-lama sih mati juga.
Noo, noo.. Kehidupan pun seperti itu. Aku menyadari, sepintar apapun kita, senyaman apapun keadaan kita sekarang, kalo kita ngga mau berubah, ngga berinovasi, ngga mau "mengalir", matilah. Cukup laut aja ya yang dikatain mati, hidup kita terlalu sayang untuk dikatain "mati", karena mati bukan bagian dari hidup, mati itu tetangganya hidup.
Monday, March 19, 2018
Makhluk Fleksibel
Fleksibelnya manusia. Hari ini tak kenal, besok berteman baik. Tahun lalu musuh, tahun depan bahkan melihat wajahnya pun berkata belum pernah.
Hari ini sepakat, besok beradu kata-kata. Hari ini banyak bicara, besok diam seribu bahasa. Hari ini berjanji, besok janji di lain hati.
Fleksibelnya manusia.
Hati-hati.
Karet yang terlalu fleksibel kadang menjepret diri sendiri.
-litél
Hari ini sepakat, besok beradu kata-kata. Hari ini banyak bicara, besok diam seribu bahasa. Hari ini berjanji, besok janji di lain hati.
Fleksibelnya manusia.
Hati-hati.
Karet yang terlalu fleksibel kadang menjepret diri sendiri.
-litél
Thursday, March 8, 2018
Lalu, Apa?
Kadang dunia berpikir, mengapa mereka mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Banyak yang berpikir, untuk apa bekerja, mencari nafkah, mengejar cita-cita, jika pada akhirnya nasib kita sudah ditentukan. Jika pada akhirnya, kita semua akan mati. Jika pada akhirnya, Tuhan yang mengatur semua kejadian di dunia ini. Pernahkah kamu berpikir demikian?
Aku pernah. Aku pernah dan aku mengakuinya, walau sebenarnya jika diingat lagi, aku malu, karena hal ini begitu tidak penting dan tidak relevan dengan betapa sibuknya dunia ini.
Namun begitu, memang begitu adanya, bukan? Kadang, hal yang kita anggap tidak rumit sangat rumit bagi orang lain, begitu juga dengan hal lainnya. Mungkin kita menganggapnya sulit, kronis, namun orang lain menganggap hal itu biasa saja.
Jadi kita langsung saja ke intinya. Tuhan Allah adalah pemiliknya kita. Jadi, mengapa kita harus mengeluh dan tertekan memikirkan hal apa yang harus kita capai, betapa masalah terus berdatangan dan tidak ada waktu istirahat? Mengapa kita harus memikirkan untuk apa kita hidup di dunia? Tentu saja untuk menyenangkan Allah, tidak kurang dan tidak lebih.
Jika kamu bukan orang yang pernah belajar agama atau semacamnya, mungkin kamu merasa aku tidak masuk akal. Namun jujur saja deh, beritahu aku satu hal yang membuatmu bisa terhindar dari kematian. Tidak ada! Mengapa? Tentu saja karena satu-satunya hal yang abadi adalah Allah dan ketidakabadian. Hanya itu, sisanya fana.
Jadi, kembali ke pertanyaan semula, mengapa kita mengerjakan hal-hal di dunia ini? Tentu saja untuk menyenangkan hati Allah. Dia pencipta kita, pilihannya adalah menyia-nyiakan hidup yang Ia titipkan kepada kita dengan berlaku sesuka hati kita, atau menggunakan sebaik-baiknya waktu yang ada, menyenangkan Allah, dan membuat hidup yang fana ini menjadi dunia sementara yang penuh dengan kebahagiaan.
Aku pernah. Aku pernah dan aku mengakuinya, walau sebenarnya jika diingat lagi, aku malu, karena hal ini begitu tidak penting dan tidak relevan dengan betapa sibuknya dunia ini.
Namun begitu, memang begitu adanya, bukan? Kadang, hal yang kita anggap tidak rumit sangat rumit bagi orang lain, begitu juga dengan hal lainnya. Mungkin kita menganggapnya sulit, kronis, namun orang lain menganggap hal itu biasa saja.
Jadi kita langsung saja ke intinya. Tuhan Allah adalah pemiliknya kita. Jadi, mengapa kita harus mengeluh dan tertekan memikirkan hal apa yang harus kita capai, betapa masalah terus berdatangan dan tidak ada waktu istirahat? Mengapa kita harus memikirkan untuk apa kita hidup di dunia? Tentu saja untuk menyenangkan Allah, tidak kurang dan tidak lebih.
Jika kamu bukan orang yang pernah belajar agama atau semacamnya, mungkin kamu merasa aku tidak masuk akal. Namun jujur saja deh, beritahu aku satu hal yang membuatmu bisa terhindar dari kematian. Tidak ada! Mengapa? Tentu saja karena satu-satunya hal yang abadi adalah Allah dan ketidakabadian. Hanya itu, sisanya fana.
Jadi, kembali ke pertanyaan semula, mengapa kita mengerjakan hal-hal di dunia ini? Tentu saja untuk menyenangkan hati Allah. Dia pencipta kita, pilihannya adalah menyia-nyiakan hidup yang Ia titipkan kepada kita dengan berlaku sesuka hati kita, atau menggunakan sebaik-baiknya waktu yang ada, menyenangkan Allah, dan membuat hidup yang fana ini menjadi dunia sementara yang penuh dengan kebahagiaan.
Subscribe to:
Posts (Atom)